APBN 2025

12

APBN 2025 menghadapi tantangan yang signifikan dari ketidakpastian global dan moderasi harga komoditas. Yang perlu dokumennya silahkan download disini https://drive.google.com/file/d/1OZiPSkOE0MZ1PCBP8kEDgN9DLLNVT8TJ/view?usp=sharing

Meskipun beberapa indikator domestik terlihat positif, analisa kritis menunjukkan adanya potensi kerentanan dan risiko yang perlu dimitigasi secara efektif oleh pemerintah. Klaim-klaim mengenai stabilitas dan pertumbuhan perlu didukung oleh data dan evaluasi yang lebih komprehensif, bukan hanya penyajian angka realisasi awal tahun.

Pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 5,03% diklaim didukung oleh permintaan domestik yang kuat di tengah stagnasi global. Namun, Pemerintah tidak memberikan detail mengenai kualitas pertumbuhan ini, seperti sektor mana saja yang menjadi pendorong utama dan apakah pertumbuhan ini berkelanjutan mengingat bayangan volatilitas pasar global terhadap nilai Rupiah. Ketergantungan pada permintaan domestik bisa menjadi kerentanan jika kondisi internal melemah.

• Inflasi dilaporkan terkendali berkat program diskon listrik, namun diperkirakan akan terjadi normalisasi. Ini mengindikasikan bahwa tekanan inflasi sebenarnya masih ada dan hanya tertahan oleh kebijakan temporer. Pengendalian harga pangan menjelang Ramadan dan Lebaran adalah langkah reaktif dan tidak menjamin stabilitas harga pangan jangka panjang.

• Nilai tukar Rupiah masih dibayangi volatilitas pasar global, sementara Yield SBN diklaim stabil dan terjaga. Meskipun demikian, potensi risiko dinamika global terhadap pasar keuangan domestik terus diwaspadai. Stabilitas SBN di tengah ketidakpastian nilai tukar perlu dicermati lebih lanjut, terutama dengan adanya outflow dana asing di pasar saham pada periode Januari-Maret 20253 .

• Harga minyak mentah Indonesia cenderung menurun dipengaruhi lemahnya demand dan kebijakan AS, sementara OPEC+ mempertimbangkan pemotongan produksi. Optimasi lifting migas melalui peningkatan investasi menghadapi tantangan serius dengan tren harga yang menurun dan ketidakpastian kebijakan global.

• Kebijakan tarif Trump 2.0 di AS pada tahun 20255 memicu potensi perang dagang dan dapat berdampak negatif bagi Indonesia, termasuk biaya sektor manufaktur dan digital yang lebih tinggi serta disrupsi rantai pasok. Meskipun peluang relokasi rantai pasok dan kerjasama ASEAN & BRICS disebut sebagai potensi manfaat, ini belum merupakan kepastian dan memerlukan langkah strategis yang konkret.

• Realisasi belanja negara sampai dengan 28 Februari 2025 sebesar Rp211,5 T atau 7,8% APBN terlihat lebih rendah dibandingkan tahun 2024 (9,7%) yang dipengaruhi Pemilu dan bantuan pangan. Meskipun efisiensi anggaran diklaim tidak menyentuh belanja pegawai, layanan dasar, dan bantuan sosial, penurunan persentase realisasi belanja secara keseluruhan perlu diwaspadai dampaknya terhadap kinerja program pemerintah.

• Penerimaan pajak bruto sampai dengan Februari 2025 sebesar Rp298,87 T tertekan karena faktor harga komoditas. Ketergantungan penerimaan negara pada harga komoditas merupakan kerentanan struktural yang terus berulang. Meskipun ada inisiatif strategis untuk optimalisasi penerimaan, efektivitasnya belum teruji.

• Fitch Ratings mempertahankan credit rating Indonesia pada BBB dengan outlook stable, yang merupakan sentimen positif. Namun, ini tidak menghilangkan risiko yang berasal dari ketidakpastian geopolitik dan geoekonomi global. Pembiayaan anggaran sebesar Rp220,1 T per 28 Februari 2025 (35,7% dari APBN) menunjukkan ketergantungan pada pembiayaan utang, yang perlu dikelola secara prudent.

• Berbagai program prioritas seperti anggaran pendidikan, perlindungan sosial, kesehatan, dan ketahanan pangan dialokasikan dalam APBN 2025. Namun, analisis lebih mendalam dibutuhkan untuk mengevaluasi efektivitas dan ketepatan sasaran dari setiap program. Misalnya, realisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru mencapai 2.053.248 penerima manfaat dengan anggaran Rp710,5 M per 12 Maret 2025 perlu dipantau progresnya untuk mencapai target 82,9 juta orang.