Kematian Hukum di Palestina: Tinggalkan “Solusi Dua Negara”?

Oleh: ET Hadi Saputra (Pengamat Hukum) 13 Oktober 2025.

Sikap konsisten para Presiden Republik Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina melalui Solusi Dua Negara patut dihormati, karena ia berakar pada amanat konstitusi dan nilai kemanusiaan Islam. Namun, sebagai seorang pengamat hukum dan Warga Negara Indonesia yang terikat pada keadilan, saya berpendapat bahwa saatnya Indonesia secara tegas meninggalkan retorika usang tersebut.

Solusi Dua Negara bukan lagi jalan keluar; ia telah menjadi penghalang diplomatik yang justru memfasilitasi status impunitas (kekebalan hukum) Israel. Indonesia harus beralih dari narasi politik-teritorial ke narasi hukum internasional dan akuntabilitas kejahatan.

Solusi Dua Negara: Legitimasi atas Pelanggaran Hukum

Dalam perspektif hukum internasional, Solusi Dua Negara mengandaikan negosiasi damai yang menghasilkan pembagian wilayah yang adil. Namun, realitasnya, kerangka ini telah dihancurkan secara sistematis melalui serangkaian pelanggaran hukum yang terorganisir:

Pelanggaran Hukum Pendudukan (Law of Occupation): Perluasan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat tidak hanya pelanggaran politik, tetapi sebuah kejahatan perang di bawah Statuta Roma ICC, karena negara pendudukan dilarang memindahkan populasi sipilnya ke wilayah yang diduduki.

Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan: Aksi militer yang mengakibatkan jumlah korban sipil yang masif, penghancuran infrastruktur sipil secara meluas, dan blokade kemanusiaan yang disengaja, di wilayah seperti Gaza, harus dilihat melalui lensa hukum. Ini bukan sekadar ‘konflik’ atau ‘kekerasan’, tetapi potensi tindakan yang bertujuan menghancurkan kelompok nasional (genosida) dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Apartheid Struktural: Sistem yang memisahkan hak-hak sipil berdasarkan etnis dan agama di Tepi Barat dan Yerusalem Timur memenuhi kriteria hukum internasional tentang kejahatan apartheid.

Dengan fakta hukum ini di depan mata, Indonesia tidak boleh lagi mempromosikan Solusi Dua Negara, yang secara implisit memberi waktu dan ruang bagi pelanggar hukum untuk terus beroperasi.

Tuntut Hukuman, Bukan Hanya Dialog

Sikap Indonesia harus bergeser dari “diplomasi seruan” menjadi “diplomasi penuntutan”.

1. Memimpin Koalisi Penuntutan Hukum

Sebagai negara Muslim terbesar dan negara yang menghargai hukum, Indonesia harus memimpin upaya penyeretan kasus ke Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Dukungan Penuh ICC: Indonesia harus secara eksplisit mendesak Pengadilan untuk mempercepat investigasi dan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap individu-individu yang bertanggung jawab atas dugaan kejahatan perang. Ini adalah langkah paling nyata untuk mengikis budaya impunitas yang melindungi pelaku kejahatan.

Peran GNB dan OKI: Indonesia harus menggunakan pengaruhnya di Gerakan Non-Blok (GNB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk membentuk Tim Jaksa Ad-Hoc Internasional yang fokus mengumpulkan bukti hukum secara sistematis, mendokumentasikan setiap pelanggaran sebagai dasar penuntutan.

2. Memperkenalkan Konsep One-State Solution yang Berbasis HAM

Jika Solusi Dua Negara telah gagal secara fundamental, Indonesia harus berani mendorong diskusi internasional mengenai Solusi Satu Negara (One-State Solution) yang berbasis pada prinsip persamaan hak sipil dan politik bagi seluruh penduduk, tanpa memandang etnis atau agama . Solusi ini, meski kompleks, adalah satu-satunya jalan untuk menjamin keadilan individu yang telah lama dilanggar.

3. Menentang Hak Veto yang Merusak Hukum

Indonesia harus lantang menentang penggunaan hak veto oleh negara-negara adidaya di Dewan Keamanan PBB yang secara efektif melindungi pelaku kejahatan dari resolusi sanksi dan intervensi kemanusiaan. Hak veto yang digunakan untuk menghalangi keadilan adalah pelanggaran moral dan penghinaan terhadap Piagam PBB.

Indonesia Harus Membela Keadilan Universal

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana termaktub dalam dasar negara kita, harus diterjemahkan menjadi keadilan universal bagi Palestina.

Dengan konsistensi politik yang kuat dan legitimasi moral sebagai negara mayoritas Muslim yang menjunjung hukum, Indonesia memiliki posisi unik untuk memimpin pergeseran paradigma: dari menawar Solusi Dua Negara yang ilusi, menjadi menuntut Akuntabilitas Hukum yang wajib. Kita tidak hanya mengirim beras dan selimut, kita harus mengirim pesan yang tak terbantahkan: Pelanggaran hukum tidak akan pernah menghasilkan perdamaian abadi.

#SolidaritasPalestina #StopGenosida #Gaza #AlQuds #BelaAlAqsa #PalestinaMerdeka #DiplomasiIndonesiaKritis #TuntutAkuntabilitasHukum